Minggu, 31 Maret 2013

PENGERTIAN HUKUM PERIKATAN


PENGERTIAN HUKUM PERIKATAN

A.    Pengertian Hukum Perikatan
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literature hukum di Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan. Misalnya jual beli barang, dapat berupa peristiwa misalnya lahirnya seorang bayi, matinya orang, dapat berupa keadaan, misalnya letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau bersusun. Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang- undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi akibat hukum. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hokum ( legal relation). Jika dirumuskan, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan.
B.    Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
C. Asas Asas Dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.

• Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

• Asas konsensualisme

Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.

Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah

D.  Wanprestasi dan akibat-akibatnya

Suatu perjanjian, merupakan suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Menilik macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian-perjanjian itu dibagi dalam tiga macam, yaitu : 
1.       perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang, misalnya jual beli, tukar menukar, penghibahan (pemberian), sewa menyewa, pinjam pakai. 
2.       perjanjian untuk berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk membuat suatu lukisan, perjanjian perburuhan. 
3.       Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak mendirikan suatu perusahaan yang sejenis dengan kepunyaan seorang lain. 
Wanprestasi
Apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan “wanprestasi”. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam :
1.       tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; 
2.       melaksankan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; 
3.       melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat; 
4.       melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. 
Mengenai perjanjian untuk menyerahkan suatu barang atau untuk melakukan suatu perbuatan, jika dalam perjanjian tidak ditetapkan batas waktunya tetapi si berutang akan dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan, pelaksanaan prestasi itu harus lebih dahulu ditagih. Apabila prestasi tidak seketika dapat dilakukan, maka si berutang perlu diberikan waktu yang pantas. 

Sanksi yang dapat dikenakan atas debitur yang lalai atau alpa ada empat macam, yaitu: 
1.       membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti-rugi; 
2.       pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian; 
3.       peralihan resiko; 
4.       membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim. 

E.    Hapusnya Perikatan

Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
Pembaharuan utang (inovatie): Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
Perjumpaan utang (kompensasi): Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya.
Pembebasan utang: Undang-undang tidak memberikan definisi tentang pembebasan utang. Secara sederhana pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur.
Musnahnya barang yang terutang: Apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan memaksa”at au force majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut.
Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan: Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan dapat dibatalkan.
Kedaluwarsa: Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
sumber : http://www.scribd.com/doc/16733475/Hukum-Perikatan                                      
http://vanezintania.wordpress.com/2011/05/13/dasar-hukum-perikatan/
http://blogprinsip.blogspot.com/2012/10/wanprestasi-dan-akibat-akibatnya.html

HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA


HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA

A.   SEJARAH SINGKAT HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
              Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang ada pada saat ini berlaku di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perdata yang ada di Eropa.Bermula di Eropa terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara Eropa, oleh karena keadaan hukum di Eropa kacau balau dimana setiap daerah selain mempunyai peraturan-peraturan sendiri juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda. Oleh karena adanya perbedaan ini jelas bahwa tidak ada suatu kepastian hukum. Akibat ketidak puasan, sehingga orang mencari jalan kearah adanya kepastian hukum,kesatuan hukum dan kesseragaman hukum.
             
B.   PENGERTIAN DAN KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan didalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana. Hukum privat ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antara perseorangan didalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.
Mengenai keadaan Hukum perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
·         Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman hukum adat bangsa indonesia karena negara kita  bangsa indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
·         Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan.
Dan ada peraturan yang berlaku untuk semua warga negara Indonesia, yaitu:
Ø  Undang-undang hak pengarang (Auteurswet tahun 1912)
Ø  Peraturan hukum tentang koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
Ø  Ordonansi woeker (Staatsblad 1938 no 523)
Ø  Ordonansi tentang pengankutan di udara ( Staatsblad 1938 n0 98)

C. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA
Sistematika hukum perdata kita (BW) ada dua pendapat.
Yang pertama dari pemberlakuan Undang-Undang berisi:
o   Buku I           : Mengenai orang,didalamnya mengatur hukum tentang diri seseoarang dan hukum kekeluargaan.
o   Buku II          : Mengenai hal benda, didalamnya mengatur hukum tentang hukum kebendaan dan hukum waris.
o   Buku III         : Mengenai hal perikatan, didalamnya mengatur hukum tentang hak dan kewajiban timbal balik antara orang atau pihak tertentu.
o   Buku IV         : Mengenai pembuktian atau daluarsa, didalamnya mengetur hukum tentang alat pembuktian dan akibat hukum yang timbul dari adanya daluarsa.

Yang kedua menurut ilmu hukum / doktrin yang dibagi menjadi 4 bagian:
o   Hukum tentang diri seseorang (pribadi), mengatur perihal manusia sebagai subyek hukum, Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum tentang hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri, melaksanakan kecakapan yang mempengaruhinya.
o   Hukum kekeluargaan,mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan seperti perkawianan , hubungan orang tua dengan anak.
o   Hukum kekayaan, mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
o   Hukum warisan, mengatur tentang kekayaan seseorang jika ia meninggal. Hukum warisan akan mengatur akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang

Sumber:
Buku diklat kuliah Universitas Gunadarma “Aspek Hukum dalam Bisnis”
http://dwisetiati.wordpress.com/2012/06/05/sejarah-singkat-hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia/

Pengertian Hukum Dan Jenisnya


Manusia sebagai makhluk sosial selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia untuk mencukupi kebutuhannya. Untuk mencukupi kebutuhannya, manusia akan melakukan berbagai cara. Cara yang dilakukan manusia tersebut terkadang berbenturan dengan orang lain sehingga menimbulkan konflik. Untuk menghindari konflik, hukum diperlukan dalam yang mengatur kehidupan manusia.

Pengertian hukum yang dikemukakan para ahli, antara lain sebagai berikut :
·   Pengertian Hukum menurut Utrecht            => Hukum adalah himpunan perintah dan larangan untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat harus mematuhinya.
·   Pengertian Hukum menurut Simorangkir    => Hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa dan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh lembaga berwenang serta bagi siapa saja yang melanggarnya akan mendapatkan hukuman.
Berdasarkan pengertian hukum tersebut, dapat disimpulkan bahwa hukum berupa perintah dan larangan yang bersifat memaksa. Apabila ada anggota masyarakat yang melanggar akan mendapat sanksi hukum.

Penggolongan Hukum
Hukum terdiri atas bermacam-macam. Untuk mengetahui tentang macam-macam hukum, ada beberapa penggolongan hukum, diantaranya sebagai berikut :
1. Hukum menurut Bentuknya, yang terdiri dari  hukum tertulis dan tidak tertulis.
2. Hukum menurut Tempat Berlakunya, yang terdiri dari hukum nasional, internasional.   Asing, local.
3. Hukum menurut Sumbernya, yang terdiri dari undang undang, kebiasaan, traktat, yurisprudensi.
4. Hukum menurut Waktu Berlakunya, yang terdiri dari  hukum positif(ius constitutum), ius constituendum, hukum asasi.
5. Hukum menurut Isinya, yang terdiri dari  hukum privat dan publik.
6. Hukum menurut Wujudnya, yang terdiri dari  hukum objektif dan subjektif.
7. Hukum menurut Sifatnya, yang terdiri dari  hukum yang memaksa dan mengatur.
8. Hukum menurut Cara Mempertahankannya, yang terdiri dari  hukum materiil dan formal.

Sumber :
 http://my-world-ly2k.blogspot.com/2012/03/definisi-hukum-dan-penggolongan-hukum.htmlhttp://hukum-on.blogspot.com/2012/06/pengertian-hukum-menurut-para-ahli.htmlhttp://idpendidikan.com/definisi-hukum-dan-penggolongannya/